Kamis, 24 Mei 2012

Tolak Lady Gaga; 5 Butir Pernyataan PP Muhammadiyyah


Sehubungan dengan akan diselenggarakannya pentas musik Lady Gaga (Stefani Joanne Angelina Germanotta) di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2012 bertempat di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta maka dengan ini Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan menolak adanya pentas musik Lady Gaga tersebut. 

Adapun pertimbangannya adalah sebagai berikut:

  1. Bangsa Indonesia memiliki kedaulatan budaya. Kedaulatan budaya ini sudah terbentuk dan membentuk dirinya selama Indonesia masih bernama Nusantara sampai ketika Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan kedaulatan budaya ini bangsa Indonesia mengembangkan dan melindungi potensi budayanya sendiri yang berbasis etnisitas, nasionalitas, ajaran agama, moral, nilai luhur, kesantunan, dan kepatutan dalam mengatur kehidupannya.  Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai bagian dari bangsa Indonesia, merasa wajib dan berhak untuk mempertahankan kedaulatan budaya  bangsa Indonesia dari berbagai  kekuatan budaya asing yang mengancam kedaulatan budaya bangsa Indonesia tersebut. Kekuatan budaya asing global, kini ditengarai tengah berusaha melakukan penjajahan budaya terhadap bangsa Indonesia. 
  2. Pentas musik Lady Gaga, menurut Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat diketagorikan sebagai bagian dari kekuatan budaya asing yang kehadirannya dapat mengancam dan menggerogoti kedaulatan budaya bangsa Indonesia. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan budaya bangsa Indoensia adalah berupa penetrasi langsung kekuatan budaya asing berupa pentas musik Lady Gaga. Kalau pentas Lady Gaga dibiarkan, maka sama halnya kita semakin membiarkan berlangsungnya penjajahan budaya Indonesia oleh kekuatan budaya asing global itu.
  3. Bangsa Indonesia, sebagian besar  adalah  rakyat Indoensia sekarang tengah berada pada perjuangan besar untuk menyelamatkan diri dari  kondisi kemiskinan, dari kondisi pemiskinan, berjuang untuk melepaskan diri dari  kemelaratan dan upaya pemelaratan, berjuang untuk melepaskan diri dari kebodohan dan pembodohan. Proses kemiskinan dan pemiskinan, proses kemelaratan dan pemelaratan, maupun proses kebodohan dan pembodohan terhadap bangsa dan rakyat Indonesia  selama ini telah dilakukan oleh kekuatan modal dan kekuatan pasar global. Itulah yang disebut penjajahan ekonomi oleh kekuatan kapitalis global. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai bagian dari bangsa Indionesia merasa berhak dan merasa wajib untuk berpihak kepada rakyat Indonesia untuk bersama-sama dengan komponen dan elemen bangsa Indonesia yang lain mewujudkan kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraannya secara mandiri.
  4. Dalam kondisi ketika rakyat Indonesia tengah berada di tengah kemiskinan dan pemiskinan, kemelaratan dan pemelaratan, maupun  kebodohan  dan pembodohan,  dan dalam kondisi ketika  rakyat Indonesia tengah berjuang untuk melawan  semua kondisi buruk yang dipaksakan oleh kekuatan modal dan pasar global maka adalah sangat tidak bermoral kalau pertunjukan musik Lady Gaga  yang mengumbar kemewahan dan hedonisme kehidupan  diselenggarakan di Indonesia. Dikhawatirkan, rakyat kita yang miskin, melarat, dan merasa dipecundangi oleh orang kaya dan para  pemodal serta kekuatan pasar global itu akan memicu kecemburuan sosial dan marah sehingga dapat menimbulkan konflik horizontal antara rakyat miskin yang jumlah mayoritas dengan segelintir orang kaya  yang melakukan  pesta kemewahan dengan menonton pertunjukan musik Lady Gaga.
  5. Dengan demikian Muhammadiyah bersama elemen dan komponen bangsa Indonesia yang lain menolak pentas musik Lady Gaga. Penolakan ini merupakan perjuangan melawan penjajahan budaya dan ekonomi, demi kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia. Dalam  konteks inilah Muhammadiyah mendukung kebijakan Pemerintah, dalam hal ini Polisi Republik Indonesia yang tidak memberikan  izin bagi keberlangsungan pentas musik Lady Gaga tersebut.

Ketua,
H. Jabrohim

Sekretaris,
Mustofa W. Hasyim

Mengetahui
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah
HM. Sukriyanto, AR.

Kamis, 19 April 2012

BUDI PEKERTI


Banyak peneliti menyimpulkan, perilaku remaja kini semakin jauh dari norma kesusilaan. Kriminalitas, seks bebas, dan berbagai bentuk kemerosotan moral melanda mereka, seolah tiada jaring pengaman. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat (BKKBN) pada akhir tahun 2008 merilis pernyataan bahwa 63% remaja usia SMP dan SMA sudah berhubungan seks di luar nikah, yang lebih mengejutkan 21% di antaranya melakukan aborsi untuk menghapus jejak kenakalannya itu. Celakanya, pintu menuju perilaku destruktif itu kerap tidak disadari orang tua. Bahkan banyak pintu yang dinilai sebagai bagian tren kekinian. Sehingga, tidak perlu mendapat koreksi, apalagi pembelokan.
Valentine`s day, misalnya. Hari keempat belas setiap februari itu dijadikan tren anak muda untuk mencurahkan kasih sayang, terutama kepada kekasih. Perjalanan kasih sayang itu terus melebar, menjadi semakin permisif. Didukung perilaku dalam film yang kerap menjadi panutan anak muda padahal semakin jauh dari norma kesusilaan, hari kasih sayang itu kemudian menjadi hari hura-hura seks. Sementara sejumlah orang tua justru ada yang merasa malu kalau anak mereka tidak mengikuti gempita valentine`s day, karena khawatir dinilai konservatif, tidak modern, oleh tetangga.
Belum lagi tentang etika. Kini, tatakrama antara yang muda kepada yang tua menjadi semakin luntur. Dulu, dalam tradisi jawa, anak muda selalu menggunakan bahasa halus (krama, krama inggil) ketika bicara dengan yang lebih tua. Kini tradisi itu memudar. Bahkan, panggilan ‘mas’ atau ‘kang’ kepada saudara tua menjadi langka. Ironisnya, melunturnya tradisi tatakrama itu bukan lagi menjadi sesuatu yang patut diprihatinkan. Masyarakat sudah menganggap biasa, bahkan tatakrama dikesankan sebagai sikap yang kurang cerdas.
Dengan kata lain, telah terjadi pergeseran nilai dalam budaya manusia. Tak jelas kapan muasalnya. Yang pasti, arus informasi yang kian tak terbendung, dan sikap permisif yang tak mengenal tolok ukur, menjadi penyebab utama pergeseran itu.
Meski demikian, bukan berarti kita tidak bisa meminimalisir atau bahkan pada bagian-bagian tertentu menetralisir. Persoalannya, apakah kita punya niat kuat untuk menyelamatkan generasi bangsa ini?
Penyelamatan itu bisa dimulai dari lembaga pendidikan, sampai di arena pergaulan masyarakat. Dulu, sebelum tahun 80-an, di setiap sekolah ada pelajaran Budi Pekerti. Isinya selalu merujuk pada agama. Murid diajari berbagai tatakrama, sampai pengenalan yang haq dan yang bathil. Ditambah dengan pelajaran agama (Islam) yang cukup. Pada pelajaran itu, ada konsekuensi tegas bila terjadi pelanggaran. Bukan hanya bagi siswa, guru pun memperoleh sanksi.
Siswa tidak hanya dibombardir pelajaran-pelajaran yang hanya merujuk pada angka-angka matematis. Kepandaian dan kebodohan bukan hanya dilihat dari pelajaran matematika, fisika atau ekonomi. Seringkali seorang anak di kelas dianggap bodoh, ternyata malah brilian. Banyak factor yang menjadi tolok ukur untuk menilai seorang anak. Yang pasti, tatakrama, perilaku sopan, dan pengenalan secara tegas terhadap yang baik dan yang buruk, menjadi sangat penting, sebagai bagian dari pelatihan kedisiplinan, kepatuhan terhadap orang tua dan hukum, serta pemosisian diri dalam kubu positif.
Untuk itu, mungkin, pelajaran Budi Pekerti bisa ditinjau kembali. Bukan dalam bentuknya yang terus berubah, sesuai arah angin politik penguasa, seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Pelajaran Budi Pekerti dirubah menjadi Pelajaran Moral Pancasila (PMP), dan seterusnya, yang sesungguhnya bermuara pada kepentingan politik penguasa. Melainkan semua tertuju pada tujuan mulia: mencetak generasi bangsa yang bermartabat. Dan, untuk membangun pelajaran Budi Pekerti itu, sumber yang paling masuk akal adalah agama (Islam). Bukan buah pikiran manusia yang terus mengalami transfofmasi dalam batasan yang tidak jelas.

Sumber: Satu Gagasan

Kamis, 22 Maret 2012

BELAJAR JARIMATIKA


Halo sobat… kali ini gw akan share buku JARIMATIKA yakni tentang suatu cara untuk melatih ketrampilan berhitung anak-anak.Mengapa disebut Jarimatika?
Karena kita akan memanfaatkan jari-jari tangan untuk alat bantu menyelesaikan Aritmatika (dalam hal ini proses berhitung): Kali – Bagi –Tambah – dan Kurang atau biar keren disingkat dengan KaBaTaku.
Apa nilai lebihnya?
  • Jarimatika memberikan visualisasi proses berhitung. Hal ini akan membuat anak mudah melakukannya.
  • Gerakan jari-jari tangan akan menarik minat anak. Mungkin mereka menganggapnya lucu. Yang jelas, mereka akan melakukannya dengan GEMBIRA.
  • Jarimatika relatif tidak memberatkan memori otak saat digunakan.
  • Alatnya tidak perlu dibeli, tidak akan pernah ketinggalan, atau terlupa dimana menyimpannya….
  • ….dan juga tidak bisa disita saat ujian…
E-book Jarimatika ini dapat diunduh secara gratis selama hanya dipergunakan bersama putera-puteri Anda sendiri dan tidak digunakan untuk kegiatan bisnis dan kegiatan-kegiatan lain yang mencari keuntungan tanpa seizin Yayasan Jarimatika Indonesia.
So, Chekidot‼‼


Membunuh Sekolah Swasta


Aneh! Ketika pemerintah pasang badan melindungi dan meringankan hidup rakyat dengan mengeluarkan peraturan, rakyat justru gelisah, bahkan nasibnya merasa dipertaruhkan dan diperlakukan tidak adil.
Itulah yang dialami sekolah swasta terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 60/2011 tentang larangan bagi sekolah SD-SMP memungut biaya pendidikan kepada peserta didik. Sejumlah pengelola sekolah swasta keberatan.
Mereka memandang peraturan menteri yang diundangkan per 4 Januari 2012 itu sangat merugikan sekolah swasta, khususnya sekolah swasta miskin yang masih membutuhkan kucuran dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah.
Sesungguhnya alasan diterbitkannya peraturan ini mulia. Peraturan ini ingin mengembalikan hakikat negara sebagai yang paling bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Selain itu, juga menyiratkan bahwa negara tidak lagi membiarkan sebagian besar beban penyelenggaraan pendidikan terus ditanggung masyarakat, khususnya sekolah swasta yang telah begitu banyak menggantikan peran negara dalam penyelenggaraan pendidikan sejak masa penjajahan.
Pemahaman positif ini terkait keputusan Mahkamah Konstitusi yang memenuhi uji materi UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 55 Ayat (4). MK menegaskan, ”Lembaga pendidikan berbasis masyarakat wajib memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.”
Pemerintah pasti menyadari implementasi Permendikbud No 60/2011 wajib mengindahkan keputusan MK tersebut. Namun, mengapa peraturan itu tetap menggelisahkan rakyat?
Memahami kegelisahan
Pertimbangan ditetapkannya Permendikbud No 60/2011 adalah: (a) untuk menjamin terselenggaranya program wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya; (b) bahwa pungutan membebani masyarakat sehingga dapat menghambat akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan pendidikan dasar.
Inilah tekad pemerintah untuk menjamin pendidikan dasar bagi semua warga. Mengharukan karena negara membela nasib rakyat, khususnya kaum miskin.
Bagaimana nasib institusi pendidikan, khususnya swasta? Pasal 3 menegaskan: sekolah dilarang memungut biaya investasi dan biaya operasi dari peserta didik, orangtua, atau walinya.
Secara khusus (Pasal 4) sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta) dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik, orangtua, atau walinya yang tak mampu secara ekonomis. Pasal ini sangat menyulitkan sekolah swasta.
Itu belum cukup. Pasal 5 Ayat 1 menegaskan, sekolah swasta yang menerima BOS tidak boleh memungut biaya operasi.
Padahal, fakta menunjukkan, dana BOS yang diterima tak mencukupi biaya penyelenggaraan sekolah secara keseluruhan, seperti kebutuhan gaji guru/karyawan, biaya investasi sarana-prasarana, dan operasional pembelajaran.
Memang Pasal 5 Ayat 2 memberi kemungkinan melakukan pungutan asal sepersetujuan dari orangtua/wali peserta didik, komite sekolah, dinas pendidikan provinsi, dan kepala dinas pendidikan kabupaten/kota.
Bagi sekolah swasta, ayat ini hanya melahirkan kerumitan, bahkan kemustahilan untuk bisa melakukan pungutan. Kalau sekolah swasta tetap melakukan pungutan yang tidak sesuai dengan Pasal 3 sampai Pasal 5, sanksi yang bakal diberikan adalah pencabutan izin penyelenggaraan.
Sesungguhnya kalau keputusan MK tentang UU Sisdiknas Pasal 55 Ayat (4) yang mewajibkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dijalankan, pastilah tidak ada yang perlu dicemaskan.
Artinya, pemerintah memperlakukan sekolah swasta sama seperti sekolah negeri, misalnya dengan mengambil alih pemberian gaji guru dan operasional sekolah. Mungkinkah pemerintah melakukan itu? Atau keputusan MK bakal diabaikan?
Sangat beralasan jika terbitnya Permendikbud No 60/2011 sangat menggelisahkan masyarakat, khususnya sekolah swasta. Peraturan ini sangat memungkinkan terjadinya proses eutanasia, membunuh, sekolah swasta. Apalagi, kalau peraturan ini dimanfaatkan pejabat demi pencitraan politis.
Kalau karena peraturan ini sekolah swasta mulai sekarat bahkan mati, alih-alih pemerintah menjamin pendidikan yang layak, pemerintah justru telah ceroboh mengempaskan hak belajar berjuta anak bangsa. Ironis dan tragis.
*SIDHARTA SUSILA Pendidik, Tinggal di Muntilan, Magelang

Rabu, 21 Maret 2012

Manhaj Dakwah Muhammadiyah


MANHAJ DAKWAH MUHAMMADIYAH (Kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah)
Dakwah Kyai Ahmad Dahlan Rahimahullah


Satu abad sudah, Harakah Islamiyah Muhammadiyah berdiri tegak diatas bumi Indonesia kita tercinta ini. Salah satu agenda Dakwah Muhammadiyah yang diusung oleh Syaikh Ahmad Dahlan Rahimahullah adalah dakwah ar ruju’ illa Qur’an wa Sunnah. Beliau rahimahullahu ta’ala adalah salah satu tokoh Islam di Indonesia yang mengibarkan bendera dakwah Salafiyah Ahlusunnah Wal Jama’ah.

Dalam sejarah dakwah Islam di Indonesia, KH. Ahmad Dahlan adalah salah satu tokoh penting dari gerakan salafiyah, yakni gerakan pemurnian Islam seperti dirintis oleh Imam Ahmad ibn Hanbal, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Muhammad Rasyid Ridha dan seterusnya. Di Indonesia sendiri dakwah salafiyyah dipelopori oleh tokoh yang dikenal dengan pemimpin kaum Paderi, yakni Imam Bonjol, yang selanjutnya diteruskan oleh gerakan Sumatera Tawalib. Itulah sebabnya, ketika Dakwah Muhammadiyah merambah ke Sumatera Barat, sambutannya begitu dahsyat, dan banyak tokoh Tawalib yang bergabung dengan Muhammadiyah, dan Muhammadiyah Sumatera Barat menjadi daerah kantong Muhammadiyah dengan kualitas dan kuantitas anggota yang sangat spektakuler,bahkan melebihi Yogyakarta tempat kelahirannya.

”Ideologi Salafiyah” yang menjadi manhaj KH. Ahmad Dahlan memang benar-benar merujuk kepada para ulama yang dikenal memiliki kommitmen terhadap manhaj salaf. Beliau membaca buku-buku Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim, seperti kitab ”al-Tawassul wal Wasilah, Madarij al-Salikin, Al-Aqidah al-Wasitiyyah, juga membaca Kitab Tauhid Ibnu Wahhab, serta buku-buku Rasyid Ridha. Bahkan ada riwayat yang menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan sempat berjumpa dengan Syaikh Rasyid Ridha tersebut di Mekkah saat beliau bermukim di sana.

Kalau kita baca buku ”Pelajaran KHA Dahlan: 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-Quran” yang dihimpun oleh KHR. Hajid, sangat terasa sentuhan manhaj salaf, yang sangat tegas dan dalam memurnikan aqidah, ibadah dan penguatan akan tazkiyatun nafs, sebagaimana banyak diajarkan oleh ulama-ulama salaf.

Untuk itu, sangat tidak berlebihankalau warga Muhammadiyah kembali mengkaji falsafah dan ajaran KH Ahmad Dahlan, yang benar-benar menanamkan jiwa berjuang yang tinggi untuk menegakkan syari’at agama Islam secara kaffah dan murni. Bersih dari takhayyul, bid’ah, churafat (TBC) dan kemusyrikan, baik syirik asghar maupun syirik akbar.

Sangat aneh apabila ada Pimpinan atau anggota Muhammadiyah yang ingin menghidupkan amalan bid’ah dan khurafat, seperti Yasinan, Maulid Nabi, Istighosah Bighoirillah, Tahlilan untuk orang mati pada hari ke 3, 7, 40, 100, Tabarruk kepada orang-orang mati dan seterusnya. Juga getol menghidupkan ruwatan, dan sejenisnya, yang semuanya itu dilakukan dengan mengatasnamakan dakwah kultural. Sementara banyak kita jumpai, para santri dan beberapa kyai yang selama ini getol menghidupkan TBC, dan menggunakannya sebagai media dakwah, justru telah menyadari kekeliruannya, kemudian diteruskan dengan menulis buku-buku yang menguraikan kebid’ahan dan penyimpangan ritual-ritual seperti tahlilan, manakiban, yasinan dan istighasahan dan seterusnya.

Kita bersyukur atas kembalinya para kyai dan santri kepada dakwah salafiyah, dakwah pemurnian aqidah, ibadah dan akhlak, dengan pengendalian muamalah agar sesuai dengan prinsip muamalah Islam dengan mengikuti perkembangan jaman. Kita berharap mereka bisa gayung bersambut membantu Muhammadiyah dalam menguatkan dan menyebarkan dakwah salafiyah, dakwah yang bijak dan santun kepada setiap mad’u. Dakwah yang membimbing umat kepada jalan yang benar sesuai pesan-pesan al-Quran dan al-Sunnah, sejalan dengan manhaj salafush shalih.

Kewajiban untuk menuntut ‘Ilmu Syar’i bagi setiap warga Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai ormas islam keagamaan diakui secara nyata tidak banyak memiliki pondok pesantren sebanyak pendidikan formal non pesantren yang dimiliki. Sehingga akhir-akhir ini di Muhammadiyah terasa kekurangan tenaga da’i atau dan mubaligh pesantren untuk kepentingan dakwah di persyarikatan. Di Muhammadiyah sekarang yang banyak adalah da’i atau mubaligh kampus bukan da’i atau mubaligh pesantren hal ini dikatakan oleh KH.MS. Ibnu Juraimi Rahimahullah.

Selaras dengan hal itu apa yang diungkapkan KH. Ahmad Azhar Basyir kepada Bpk. Zaini Munir Fadhali (saat itu ketua Majelis Tarjih PWM DIY) bahwa kalauMuhammadiyah tidak mengembangkan basis pendidikan keagamaan seperti pesantren, maka 20 tahun kedepan Muhammadiyah tidak layak lagi menyandang titel ormas keagamaan. Bahkan Muhammadiyah tidak ada bedanya dengan organisasi umum seperti KOSGORO, KNPI dll.
Warga Muhammadiyah juga wajib mengapresiasi putusan-putusan para ulamanya yang terhimpun dalam Majelis Tarjih dan Tajdid, terutama HPT (Himpunan Putusan Tarjih), tetapi tetap harus membuka wawasan bahwa diluar HPT, masih banyak yang harus dikaji dan diamalkan. Artinya warga Muhammadiyah tidak boleh berhenti belajar dengan menganggap HPT adalah segala-galanya. Insya Allah dengan beginilah kita meneguhkan identitas dan ideologi persyarikatan. Istilahnya Pak Amien Rais, kader dan anggota Muhammadiyah haruslah memiliki komitmen dan wawasan dalam bermuhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan pun pernah aktif dalam Sarekat Islam dan Budi Utomo, juga bergaul akrab dengan tokoh Al-Irsyad, seperti Ahmad Syurkati. Beliau belajar kepada para ulama yang bermanhaj Salaf, seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim lewat kitab-kitabnya, juga Muhammad bin Abdul Wahhab, Rahmatullah al-Hind, dan Rasyid Ridha. Dan kita sebagai warga Muhammadiyah dan khususnya para Pimpinannya harus terus mempelajari kitab-kitab Ulama’ yang dahulu juga dikaji  dan dipelajari oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah generasi awal, bukan malah meninggalkannya dengan menganggap sudah kuno, lapuk dan tidak sesuai dengan zamannya lagi.

Dari sini dapat dimengerti bahwa teguhnya ideologi Muhammadiyah tidak dengan menutup diri dan fanatik buta (terhadap tokoh-tokohnya dan siapa saja), Tetapi justru harus membuka diri untuk menerima kebenaran dari siapa pun selama sejalan dengan Al-Quran dan Al-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan kita kepada jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberikan ni’mat, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan orang-orang tersesat. Nasrun minallah wa fathun qarib. 

Maraji’:
1.    Manhaj Dakwah Muhammadiyah, DR.Syamsul Hidayat, M.A., Wakil Ketua MTDK Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Dosen UMS.
2.    Ahlusunnah wal Jama’ah, Bid’ah dan Khurofat, Djarnawi Hadikusumo (Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tempo Doeloe, Anaknye Ki Bagus HK yang ga’ mau nyembah Matahari Pas lagi Jaman Jepun, mungkin karena bliau memiliki kemurnian Aqidah Ahlusunnah+Baca Kitab Tauhid).
3.    Muqodimah Profil Ponpes Muhammadiyah Al Manar Kulonprogo.

Buletin At Tashfiyah Edisi Perdana (7 Juli 2010)
Ma’had Ki Bagus Hadikusumo Sekolah Kader Muhammadiyah
Abu Umar Al Jawi

Selasa, 06 Maret 2012

Penerapan Karakter Bangsa Pada setiap RPP

1.    Pendidikan Agama:  Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.
2.    Pendidikan Kewargaan Negara: Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, mengahrgai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
3.    Bahasa Indonesia: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis.
4.    Ilmu Pengetahuan Sosial: Nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras.
5.    Ilmu Pengetahuan Alam: Ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
6.    Bahasa Inggris: Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerja sama, patuh pada aturan sosial
7.    Seni Budaya: Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokratis
8.    Penjasorkes: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, mengahrgai karya dan prestasi orang lain
9.    TIK/Ketrampilan: Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain.
10. Muatan Lokal: Menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain, nasional, peduli.
11.  Matematika : Konsistensi, taat, disiplin, Menghargai pendapat orang lain, kemandirian, kreatif, dan inovatif.
Bagaimana kesemuanya diaplikasikan? Setiap nilai utama tersebut dapat dimasukkan ke dalam pembelajaran mulai dari kegiatan eksplorasielaborasi, sampai dengan konfirmasi.

Bagian pertama adalah Eksplorasi, antara lain dengan cara:
1.    Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2.    Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3.    Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4.    Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5.    Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)

Bagian kedua adalah Elaborasi, nilai-nilai yang dapat ditanamkan antara lain:
1.    Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2.    Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3.    Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4.    Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
5.    Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6.    Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
7.    Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
8.    Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
9.    Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)

Dan bagian ketiga adalah konfirmasi, nilai-nilainya antara lain:
1.    Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2.    Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3.    Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
4.    Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
§  Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
§  membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
§  Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis)
§  Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
§  Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).Penanaman nilai inilah yang nantinya diharapkan akan  menjadikan peserta didik menjadi lebih berkarakter.