Dakwah Kyai Ahmad Dahlan Rahimahullah
Satu abad sudah, Harakah Islamiyah
Muhammadiyah berdiri tegak diatas bumi Indonesia kita tercinta ini. Salah satu
agenda Dakwah Muhammadiyah yang diusung oleh Syaikh
Ahmad Dahlan Rahimahullah adalah
dakwah ar ruju’ illa Qur’an wa Sunnah. Beliau rahimahullahu
ta’ala adalah salah satu tokoh Islam di
Indonesia yang mengibarkan bendera dakwah Salafiyah Ahlusunnah Wal Jama’ah.
Dalam sejarah dakwah Islam di
Indonesia, KH. Ahmad Dahlan adalah salah satu tokoh penting dari gerakan
salafiyah, yakni gerakan pemurnian Islam seperti dirintis oleh Imam Ahmad ibn Hanbal,
Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Muhammad
Rasyid Ridha dan seterusnya. Di Indonesia sendiri
dakwah salafiyyah dipelopori oleh tokoh yang dikenal dengan pemimpin kaum Paderi,
yakni Imam Bonjol, yang
selanjutnya diteruskan oleh gerakan Sumatera Tawalib. Itulah sebabnya, ketika Dakwah Muhammadiyah merambah ke
Sumatera Barat, sambutannya begitu dahsyat, dan banyak tokoh
Tawalib yang bergabung dengan Muhammadiyah, dan Muhammadiyah Sumatera Barat
menjadi daerah kantong Muhammadiyah dengan kualitas dan kuantitas anggota yang
sangat spektakuler,bahkan melebihi Yogyakarta tempat
kelahirannya.
”Ideologi Salafiyah” yang menjadi manhaj KH. Ahmad Dahlan memang
benar-benar merujuk kepada para ulama yang dikenal memiliki kommitmen terhadap manhaj
salaf. Beliau
membaca buku-buku Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim, seperti kitab ”al-Tawassul
wal Wasilah, Madarij al-Salikin, Al-Aqidah al-Wasitiyyah, juga membaca Kitab
Tauhid Ibnu Wahhab, serta buku-buku Rasyid Ridha. Bahkan ada riwayat yang menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan sempat berjumpa dengan Syaikh Rasyid Ridha
tersebut di Mekkah saat beliau bermukim di sana.
Kalau kita baca buku ”Pelajaran KHA
Dahlan: 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-Quran” yang dihimpun oleh
KHR. Hajid, sangat terasa sentuhan manhaj salaf, yang sangat tegas
dan dalam memurnikan aqidah, ibadah dan penguatan akan tazkiyatun nafs,
sebagaimana banyak diajarkan oleh ulama-ulama salaf.
Untuk itu, sangat tidak berlebihan, kalau warga
Muhammadiyah kembali mengkaji falsafah dan ajaran KH Ahmad Dahlan, yang benar-benar menanamkan jiwa berjuang
yang tinggi untuk menegakkan syari’at agama Islam secara kaffah dan murni. Bersih dari takhayyul, bid’ah, churafat (TBC) dan
kemusyrikan, baik syirik asghar maupun syirik akbar.
Sangat aneh apabila ada
Pimpinan atau anggota Muhammadiyah yang ingin menghidupkan amalan bid’ah dan khurafat, seperti
Yasinan, Maulid Nabi, Istighosah Bighoirillah, Tahlilan untuk orang mati pada
hari ke 3, 7, 40, 100, Tabarruk kepada orang-orang mati dan seterusnya. Juga getol
menghidupkan ruwatan, dan sejenisnya, yang semuanya itu dilakukan dengan
mengatasnamakan dakwah kultural. Sementara
banyak kita jumpai, para santri dan beberapa kyai yang selama ini getol
menghidupkan TBC, dan menggunakannya sebagai media dakwah, justru telah
menyadari kekeliruannya, kemudian diteruskan dengan menulis buku-buku yang
menguraikan kebid’ahan dan penyimpangan ritual-ritual seperti tahlilan,
manakiban, yasinan dan istighasahan dan seterusnya.
Kita bersyukur atas
kembalinya para kyai dan santri kepada dakwah salafiyah, dakwah pemurnian aqidah, ibadah dan akhlak, dengan
pengendalian muamalah agar sesuai dengan prinsip muamalah Islam dengan
mengikuti perkembangan jaman. Kita berharap mereka bisa gayung bersambut
membantu Muhammadiyah dalam menguatkan dan menyebarkan dakwah salafiyah, dakwah
yang bijak dan santun kepada setiap mad’u. Dakwah yang membimbing umat kepada
jalan yang benar sesuai pesan-pesan al-Quran dan al-Sunnah, sejalan dengan
manhaj salafush shalih.
Kewajiban untuk menuntut ‘Ilmu
Syar’i bagi setiap warga Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai ormas islam
keagamaan diakui secara nyata tidak banyak memiliki pondok pesantren sebanyak
pendidikan formal non pesantren yang dimiliki. Sehingga akhir-akhir ini di
Muhammadiyah terasa kekurangan tenaga da’i atau dan mubaligh pesantren untuk
kepentingan dakwah di persyarikatan. Di Muhammadiyah sekarang yang banyak adalah da’i atau
mubaligh kampus bukan da’i atau mubaligh pesantren hal ini dikatakan oleh
KH.MS. Ibnu Juraimi Rahimahullah.
Selaras dengan hal itu apa yang
diungkapkan KH. Ahmad Azhar Basyir kepada Bpk. Zaini Munir Fadhali (saat itu
ketua Majelis Tarjih PWM DIY) bahwa kalauMuhammadiyah
tidak mengembangkan basis pendidikan keagamaan seperti pesantren, maka 20 tahun
kedepan Muhammadiyah tidak layak lagi menyandang titel ormas keagamaan. Bahkan
Muhammadiyah tidak ada bedanya dengan organisasi umum seperti KOSGORO, KNPI
dll.
Warga Muhammadiyah
juga wajib mengapresiasi putusan-putusan para ulamanya yang terhimpun dalam
Majelis Tarjih dan Tajdid, terutama HPT (Himpunan Putusan Tarjih), tetapi tetap harus membuka wawasan bahwa diluar HPT, masih
banyak yang harus dikaji dan diamalkan. Artinya
warga Muhammadiyah tidak boleh berhenti belajar dengan menganggap HPT adalah
segala-galanya. Insya Allah dengan beginilah kita meneguhkan identitas dan
ideologi persyarikatan. Istilahnya Pak Amien
Rais, kader dan anggota Muhammadiyah haruslah memiliki komitmen dan wawasan
dalam bermuhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan pun pernah aktif dalam Sarekat Islam dan
Budi Utomo, juga bergaul akrab dengan tokoh Al-Irsyad, seperti Ahmad Syurkati.
Beliau belajar kepada para ulama yang bermanhaj Salaf, seperti Ibnu Taimiyah
dan Ibnul Qayyim lewat kitab-kitabnya, juga Muhammad bin Abdul Wahhab,
Rahmatullah al-Hind, dan Rasyid Ridha. Dan kita sebagai warga Muhammadiyah dan khususnya para
Pimpinannya harus terus mempelajari kitab-kitab Ulama’ yang dahulu juga
dikaji dan dipelajari oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah generasi awal, bukan
malah meninggalkannya dengan menganggap sudah kuno, lapuk dan tidak sesuai
dengan zamannya lagi.
Dari sini dapat
dimengerti bahwa teguhnya ideologi Muhammadiyah tidak dengan menutup diri dan
fanatik buta (terhadap tokoh-tokohnya dan siapa saja), Tetapi justru harus membuka diri untuk menerima kebenaran
dari siapa pun selama sejalan dengan Al-Quran dan Al-Sunnah sesuai dengan
pemahaman Salafush Shalih.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa
menunjukkan kita kepada jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh
orang-orang yang diberikan ni’mat, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan
orang-orang tersesat. Nasrun minallah wa fathun qarib.
Maraji’:
1.
Manhaj
Dakwah Muhammadiyah, DR.Syamsul
Hidayat, M.A., Wakil Ketua MTDK Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Dosen UMS.
2.
Ahlusunnah
wal Jama’ah, Bid’ah dan Khurofat,
Djarnawi Hadikusumo (Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tempo Doeloe, Anaknye Ki Bagus
HK yang ga’ mau nyembah Matahari Pas lagi Jaman Jepun, mungkin karena bliau
memiliki kemurnian Aqidah Ahlusunnah+Baca Kitab Tauhid).
3.
Muqodimah
Profil Ponpes Muhammadiyah Al Manar Kulonprogo.
Buletin At Tashfiyah Edisi Perdana (7 Juli 2010)
Ma’had Ki Bagus Hadikusumo Sekolah
Kader Muhammadiyah
Abu Umar Al Jawi
0 komentar:
Posting Komentar